Jumat, 02 November 2012

Rangkuman Buku "The Miracle of Enzyme"

Dr. Hiromi Shinya dalam bukunya 'The Miracle of Enzyme'

Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu

kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah
tidak anak-anak lagi, tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti
menyalahi perilaku yang alami seperti itu?

"Itu gara-gara pabrik susu yang terus meng-iklankan produknya", ujar
Prof.
Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: 'The Miracle of
Enzyme'
(Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul
yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling
buruk
untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana
anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu

manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi
penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga
ketika
masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi

dengan enzim yang diproduksi mulut kita.

Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat.

Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit
sekali
dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan
"enzim induk" yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu
mestinya
untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena
enzim
induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu
akan lebih mudah terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus
terkemuka
di dunia. Dia-lah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip
dan
tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70
tahun.
Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia

sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia
Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang
selama
kariernya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof. Hiromi sekalian melakukan
penelitian.
Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan
makan
dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan
pasti
yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak
bermutu
itu antara lain susu dan daging.

Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan
makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka, bi-sul-bisul,
bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan
karet
gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan
usus.
Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat
bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia
lakukan
kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja
ususnya
kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya,
pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek,
sel
radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua.
Bahkan,
makanan yang tidak berserat seperti da-ging, bisa menyisakan kotoran
yang
menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk
dan
menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan.
Dia
hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15% dari seluruh makanan yang
masuk ke perut.

Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa,

keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta
kita
menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya
mengoyak-ngoyak
makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu
berarti
bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen
dari seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang

kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari"
oleh
mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang

tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan.
Makanan itu, kata-nya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk
makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih
lembut, yang le-bih
penting agar di mulut makanan bisa ber-cam-pur dengan enzim secara
sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan

yang baik. Minum itu, tulisnya, se-baiknya setengah jam sebelum makan.
Agar
air sudah sempat diserap usus lebih dulu.

Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan?

Nah, ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia
juga
menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat
atau
lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut
kosong.
Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga

panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah
diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah ter-tentu yang

tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk" . Enzim-induk ini setiap hari
dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim

sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke
perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia,
adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan
langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah

dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal
makanan
segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah
lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang
kalau
lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun
demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri
sudah
persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau

makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah
kalau
makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi,

katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti
itu
memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah.
Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang
melebihi
keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang.

Mem-buangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal
dari
lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu

harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras

lumbung enzim.

Prof. Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti
itu
dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 ta-hun, tapi belum
pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali
dia
juga makan makanan yang di luar itu. Se-bab, sesekali saja tidak
apa-apa.
Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan "jelek" itu masuk ke
dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof. Hiromi juga menerapkan "pengobatan" seperti
itu.
Pasien-pa-sien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia
selesaikan
dengan "pengobatan" alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia
minta
mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan.

Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang
sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh
secara
keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab
pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis

lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran
yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini se-bulan terakhir ini. Tapi, baru
bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru
turun
lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus
makan
makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya
sudah
senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang
bisa
membuat enzim-induk bertambah.

Article lain mengenai Dr. Hiromi Shinya dalam bukunya 'The Miracle of
Enzym':

Tadi pagi saya melihat acara di TV membahas penyakit tumor otak yang
diderita Gugun Gondrong. Dari bincang-bincang tersebut salah seorang
sahabat Gugun Gondrong mengungkapkan bahwa selama ini Gugun Gondrong
tidak pernah mengeluh tentang penyakit kecuali sakit maag yang tidak
lain adalah
penyakit lambung. Selain itu, salah satu narasumber yang hadir pada
acara
tersebut menyatakan bahwa faktor makanan tidak ada kaitannya dengan
kejadian tumor otak tersebut. Kalau saya mendengar pernyataan ini 1
minggu
yang lalu mungkin saya tidak terlalu tertarik untuk mengomentarinya.
Tapi
karena saya baru saja menyelesaikan membaca buku 'The Mircle of
Enzym'-nya
Hiromi Shinya, saya jadi tergelitik untuk memberi komentar. Bukan
masalah
Gugun Gondrong yang akan saya bahas (kalau musibah tersebut saya ikut
berdoa semoga Allah segera memberi kesembuhan dan ia dapat sehat serta
beraktifitas seperti sediakala) melainkan pernyataan makanan, sakit maag

dan tumor otak yang menarik perhatian saya.

Dalam buku tersebut dikatakan bahwa makanan dan keadaan saluran
pencernaan
(antara lain lambung dan usus) berhubungan dengan timbulnya tumor entah
jinak atau ganas, dan lebih jauh lagi dapat berhubungan dengan semua
penyakit baik yang sudah muncul mau pun yang masih dorman (belum
muncul).
Bagaimana hal tersebut dapat diterangkan?

Hiromi memaparkan bahwa seluruh tubuh dan fungsinya yang tak terhitung
banyaknya dapat dipahami dengan sebuah kata kunci, yaitu enzim. Makhluk
hidup, entah manusia, hewan atau tumbuhan sekalipun tak akan dapat
bertahan
tanpa adanya enzim. Lebih dari 5.000 jenis enzim vital diciptakan dalam
sel-sel tubuh kita dan kita juga memproduksi enzim dengan menggunakan
enzim
yang terdapat di dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi
sehari-hari.
Bila kita kekurangan enzim tertentu atau yang lebih parah kehabisan
enzim
tertentu maka timbullah penyakit.

Sehingga secara umum, bila ingin menjaga kesehatan agar tidak terkena
penyakit maka kita perlu memperhatikan apa, kapan dan bagaimana makanan
dan minuman kita. Dan karena makanan dan minuman dapat "digunakan" oleh
sel-sel tubuh kita setelah melewati organ pencernaan, maka penting
sekali menjaga
agar lambung dan usus kita selalu sehat (dari pengalamannya sebagai ahli

endoskopi gastrointestinal, ia memperlajari bahwa bila sistem pencernaan

seseorang bersih maka orang tersebut dapat melawan penyakit jenis apa
pun
dengan mudah, sebaliknya bila sistem pencernaan seseorang tidak bersih,
orang tersebut rentan menderita suatu penyakit)

Untuk singkatnya ada beberapa faktor yang harus dilakukan (atau
dihindari)
untuk menjaga agar karakteristik lambung dan usus tetap baik yang oleh
Dr.
Shinya disebut 7 kunci untuk hidup sehat :

1. Menu makanan yang baik, yaitu terdiri dari:
a. 85-90% makanan nabati berupa biji-bijian, sayuran dan buah-buahan
(yang
paling baik adalah yang ditanam secara organik, karena bahan kimia hanya

memboroskan "energi dan enzim" yang sebenarnya bisa dipakai untuk
keperluan
lain tubuh kita).

b. Sekitar 10-15% berupa protein, sumber paling baik adalah ikan kecil
(karena ikan besar mengandung merkuri) dan konsumsi daging sapi atau
domba harus dibatasi atau dihindari.

c. Makanan dan bahan yang harus dihindari/dibatasi : teh hijau jepang,
teh cina, kopi, makanan yang manis dan gula, nikotin, alkohol, cokelat,
lemak dan minyak, garam meja biasa (gunakan garam laut yang mengandung
mineral).

d. Cara makan yang baik adalah berhenti makan 4-5 jam sebelum tidur,
mengunyah setiap suap 30-50 kali, makan buah atau minum jus 30-60 menit
sebelum waktu makan dan konsumsilah lebih banyak makanan mentah atau
dikukus sebentar ( menggoreng sangat tidak dianjurkan);

2. Mengkonsumsi air yang baik, yaitu air yang memiliki kekuatan reduksi
yang
besar, yang belum terpolusi oleh zat-zat kimia:

a. Orang dewasa sebaiknya minum 6-10 gelas setiap hari,

b. Minum 1-3 gelas air setelah bangun tidur pagi hari,

c. Minum 2-3 gelas air sekitar 1 jam sebelum setiap waktu makan.

3. Pembuangan yang teratur (jangan gunakan obat pencahar).

4. Olah raga secukupnya (olah raga berlebihan justru akan menghasilkan
sejumlah radikal bebas yang besar).

5. Istirahat yang cukup:

a. Pergi tidur pada waktu yang sama setiap malam dan dapatkan tidur 6-8
jam tanpa terputus;

b. Lakukan tidur singkat setelah makan siang (sekitar 30 menit)

6. Pernapasan dan meditasi:

a. Bermeditasi,

b. Berpikiran positif,

c. Kenakan pakaian longgar yang tidak menyesakkan napas.

7. Kebahagiaan dan cinta:

a. Kebahagiaan dan cinta akan meningkatkan faktor enzim tubuh, terkadang
bagai keajaiban,

b. Luangkan waktu untuk sikap menghargai,

c. Hidup penuh semangat dan hadapi hidup, pekerjaan dan orang-orang yang
Anda cintai dengan sepenuh hati.

Saya sangat sependapat dengan Hiromi, dan menurut saya ada satu hal yang

sangat penting yang perlu ditambahkan untuk mendapatkan kesehatan yang
utuh
lahir dan batin, yaitu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan
berusaha
mematuhi segala perintah-Nya dan berusaha menjauhi segala larangan-Nya.
Memang, menjaga kesehatan cukup sulit, butuh pengorbanan dan terkadang
cukup mahal harganya. Tetapi bila kita sakit, tidak saja lebih mahal
harganya, melainkan juga lebih terasa sulitnya.



ngopi dari milis ini: http://groups.yahoo.com/group/FIS-UI76_GROUP/message/7220